⛱️ Inovasi Farmasi Di Puskesmas

GARDUKELOLA merupakan program inovasi Puskesmas Piyungan yang bekerjasama dengan keluarga, tokoh masyarakat dan lintas sector kecamatan, kabupaten, serta provinsi. Pada awal inisiasi kegiatan dimulai dengan dilakukan pendataan, menentukan dusun sasaran, penjaringan lansia bermasalah yang perlu dikunjungi, koordinasi dengan lintas sekor, kemudian dilakukan kunjungan/ home care dan evaluasi hasil kunjungan. Mengalami kesulitan membaca tulisan dokter pada secarik resep menjadikan Irma Melyani Puspitasari 32 yang saat itu menjadi apoteker bertekad membuat perubahan. Resep tidak harus identik dengan tulisan steno—atau acak-acakan—dari para dokter yang hanya bisa dibaca oleh segelintir orang. Pasien pun berhak tahu. Lulusan Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Unpad ini juga beberapa kali memergoki obat-obat yang diresepkan ternyata memiliki potensi menyebabkan reaksi merugikan. Bentuknya bisa berupa interaksi ataupun duplikasi obat. Interaksi adalah efek samping yang diakibatkan reaksi kimia dari komponen obat yang berbeda. Adapun duplikasi obat terjadi saat komposisi yang sama diresepkan pada dua jenis obat yang berbeda, padahal tidak perlu. Irma meyakini, interaksi ataupun duplikasi yang berlangsung saat pembuatan resep bukanlah kesengajaan dari para dokter. ”Bayangkan saja, ada hingga item obat dalam satu rumah sakit besar. Tidak mungkin menghafal komposisinya satu-satu,” kata Irma yang ditemui di tempat kosnya di Bandung, Jawa Barat. Dua pengalaman itulah yang membuat dia tersadar bahwa resep elektronik adalah sebuah solusi yang harus dicapai. Menengok ke negara lain, ternyata tren serupa terjadi. Irma mencontohkan Amerika Serikat yang kini tengah mendorong para dokter untuk menggunakan resep elektronik yang kini jumlahnya mencapai sepertiga dari seluruh populasi. Sendiri Kesempatan itu muncul sewaktu dia mengambil pendidikan pascasarjana di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung 2007. Mengambil spesialisasi teknik biomedik di bawah bimbingan Profesor Soegijardjo Soegijoko, sejak awal Irma sudah mempersiapkan kerangka bagi aplikasi untuk membuat resep elektronik itu. Perombakan pertama yang dilakukan adalah perbaikan sistem administrasi rekam medis pasien di puskesmas. Menggunakan beberapa komputer yang tersambung secara intranet, efisiensi bisa dilakukan dari alur kerja petugas di puskesmas. Dengan pencatatan digital dan saling tersambung, tidak perlu lagi ada petugas yang mencari rekam medik, membawanya ke ruangan poli, dan mengembalikannya. Dengan teknologi yang sama, petugas tidak lagi harus membuat rekapitulasi bulanan karena hal tersebut bisa dilakukan dalam beberapa kali klik di mouse. Inti dari aplikasi tersebut adalah bagian resep. Irma memasukkan data untuk komposisi obat, indikasi serta kontraindikasi seorang diri yang dilakukannya sambil mengikuti kuliah. Jumlahnya mencapai 217 item. Dia juga memasukkan informasi mengenai peluang interaksi ataupun duplikasi dari berbagai referensi yang dimilikinya. Dengan aplikasi tersebut, seorang dokter tinggal memberi centang untuk gejala hingga obat yang diberikan berikut dosisnya. Aplikasi buatan Irma masih menyisakan kolom untuk diisi manual seperti anamnesis atau keluhan yang diutarakan pasien sebelum diperiksa, serta kolom untuk tindakan medis yang diambil. Begitu memasuki pembuatan resep, dokter akan mendapat pemberitahuan dari aplikasi bila obat yang diresepkannya berpotensi terjadi interaksi maupun duplikasi sehingga bisa diganti dengan yang lain. Dokter pun bisa tetap meresepkan meski harus mengisi kolom alasan. Menyahut ajakan Hampir rampung dengan aplikasi buatannya, tidak berarti masalah sudah selesai. Dia menghadapi gelombang penolakan dari calon penggunanya, yakni puskesmas. Salah satu alasan yang sering dilontarkan adalah keengganan untuk belajar komputer karena tidak semua petugas melek teknologi dan sudah nyaman dengan pencatatan konvensional. Alasan lain yang sering dihadapi adalah pendapat yang menyatakan bahwa resep haruslah berupa kertas. Pengertian umum resep adalah perintah yang ditulis dokter kepada apoteker untuk mengeluarkan obat. Pengertian tersebut juga dipakai dalam peraturan pemerintah. Isu tersebut dijawab Irma dengan argumen bahwa Indonesia telah memiliki Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sehingga memungkinkan dokumen tidak harus berupa kertas, termasuk resep. Dari berbagai puskesmas tersebut, ternyata hanya satu yang bersedia mencoba aplikasi resep elektronik milik Irma, yaitu Puskesmas Babakan Sari di daerah Kiaracondong, Kota Bandung, Jawa Barat. Kepala Puskesmas saat itu, Dr Ira Dewi Jani, menyatakan ketertarikannya menerapkan resep elektronik di tempatnya. Ira beralasan, sebagian besar waktu para petugas di sana tercurahkan untuk menyelesaikan tugas administratif seperti mengantar rekam medis dan pembuatan laporan. Padahal, mereka punya kewajiban di lapangan seperti pembinaan di posyandu ataupun sekolah. Ira merasakan betul bahwa puskesmas masih dipandang sebelah mata sebagai pemberi akses kesehatan bagi masyarakat. ”Padahal, ada sekitar puskesmas di Indonesia dan 60 persen warga menengah ke bawah mendatangi puskesmas terlebih dahulu untuk berobat,” tutur Ira. Dengan kemauan keras, akhirnya petugas Puskesmas Babakan Sari belajar mengoperasikan komputer meski tidak mudah. Irma menyiasati hal tersebut dengan mengajari mereka menggunakan situs jejaring sosial Facebook. Dari sana, mereka dibiasakan untuk mencentang pilihan dan mengoperasikan komputer. Salah satu cerita yang kerap diutarakan adalah salah satu pegawai senior yang awalnya tidak bisa menyalakan komputer kini menjadi tenaga administrasi di ruang pendaftaran yang bisa diandalkan. Dalam waktu satu tahun, resep elektronik menunjukkan hasilnya. Administrasi di Puskesmas Babakan Sari jauh lebih ringkas dan memudahkan para petugas. Irma pun beberapa kali diundang mempresentasikan inovasinya dalam forum di luar negeri seperti di Bangkok, Thailand akhir 2009 dan di Luksemburg pada April 2011. Puskesmas Babakan Sari pun kerap dikunjungi tamu dari luar negeri seperti Filipina dan Pakistan untuk melihat kerja resep elektronik. Sayangnya, hingga kini Irma belum berkesempatan mereplikasi aplikasinya ke puskesmas ataupun rumah sakit lainnya. Padahal, aplikasi tersebut juga memiliki potensi lain, yakni mengumpulkan data yang berguna bagi perumusan kebijakan kesehatan nasional. ”Bila digunakan di banyak tempat, kita bisa memiliki data mengenai tren konsumsi obat maupun evaluasi dalam penanganan penyakit tertentu dengan pemberian obat,” kata Irma. Dia sendiri kemungkinan tidak bisa mengembangkan lagi aplikasinya karena Oktober 2011 akan berangkat ke Jepang untuk menuntut ilmu kedokteran. Hal tersebut dilakukan sebagai tuntutan dari pekerjaannya sekarang sebagai pengajar di Fakultas Farmasi Unpad. Irma Melyani Puspitasari • Lahir Cirebon, 1 Mei 1979 • Pendidikan – S1 Farmasi Unpad lulus 2002 – Pendidikan Profesi Farmasi Unpad lulus 2003 – Teknik Biomedik ITB lulus 2010 • Pekerjaan Staf Pengajar di Fakultas Farmasi Unpad 2006-sekarang Disadur dari kompas MAUMERE- Menerapkan tiga program inovatif dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien, menghantarakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Lekebai, Kecamatn Mego, Kabupaten Sikka meraih peringkat Madya dalam akreditasi yang dilakukan Kementerian Kesehatan RI pada 2017.
› Opini›Inovasi Farmasi-Alat Kesehatan Ada kesempatan dalam kesulitan. Pandemi Covid-19 ini membuka peluang bagi kita untuk meraih kesempatan menjadi lebih mandiri akan kebutuhan farmalkes. Bukan sekadar mengurangi ketergantungan impor juga menjaga devisa. OlehBambang PS Brodjonegoro 7 menit baca Kompas/Hendra A Setyawan Dukungan untuk tenaga medis yang bekerja di garda terdepan penanganan pandemi Covid-19, terus digemakan masyarakat melalui beragam cara, seperti mural yang dibuat Roy, warga Kinayungan, Pondok Kacang Barat, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu 16/5/2020. Mural tersebut melukiskan perjuangan melawan virus ini dunia sedang kalang-kabut dilanda pandemi Covid-19. Boleh dikatakan, tidak ada satu negara pun yang luput, dan semua berperang melawan musuh tidak kasatmata yang bernama virus sayang, tindakan dari setiap negara tampaknya belum terorkestrasi dengan baik. Organisasi Kesehatan Dunia WHO pun tampak gamang. Soal data dan informasi, misalnya, ada keraguan terhadap apa yang disampaikan China sebagai negara pertama yang terjangkit wabah ini. Soal alat kesehatan alkes, seperti masker, sarung tangan, dan terutama ventilator, terjadi persaingan antarnegara karena semuanya membutuhkan, sementara pasokan terbatas. Bahkan di Amerika Serikat AS, antarnegara bagian pun seperti bersaing. Dan masih ada setumpuk persoalan lainnya. Yang terlihat seragam dilakukan dunia adalah pembatasan interaksi sosial. Ini tentu hal positif karena berperan besar dalam memutus mata rantai penyebaran virus. Di samping itu, ada berbagai upaya dari banyak negara untuk menemukan vaksin dan obat dari Covid-19. Sejauh ini, menurut kabar, sudah ada enam negara yang mencoba vaksin Covid-19 kepada manusia, yakni AS, China, Rusia, Inggris, Jerman, dan Australia. Kita menangkap nuansa perlombaan untuk menjadi yang terdepan di sini. Demi kemanusiaan, semua upaya ini tentu baik. Namun, kita juga mesti ingat bahwa butuh waktu lama untuk memperoleh hasil yang menangkap nuansa perlombaan untuk menjadi yang terdepan di di Indonesia?Di negeri ini wabah Covid-19 sudah berlangsung dua setengah bulan, terhitung sejak pengumuman kasus pertama awal Maret 2020. Namun, sebagaimana terjadi di negara-negara lain, sistem layanan kesehatan kita pun kewalahan. Di tengah-tengah kegalauan karena belum adanya senjata untuk menghadapi peperangan ini, satu kenyataan pahit ini membuka mata kita bahwa Indonesia ternyata mengimpor sebagian besar lebih dari 90 persen alkes dan bahan baku untuk obat-obatan. Artinya, industri farmasi dan alat kesehatan farmalkes kita amat bergantung kepada luar negeri. Konon ini sesungguhnya fenomena yang sudah berlangsung lama dan telah menjadi keprihatinan sebagian Personel Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara mengangkut alat pelindung diri dari sebuah pesawat Hercules di Pangkalan Udara Iskandar Muda Banda Aceh, Provinsi Aceh, Jumat 10/4/2020. Alat pelindung diri berupa baju khusus paramedis dan masker yang dikirimkan oleh Kementerian Kesehatan RI itu akan didistribusi kepada rumah sakit dan karena ini terungkap di saat kita punya kebutuhan farmalkes yang mendesak, sontak membuat mata kita terbelalak. Kenyataan pahit ini muncul di saat seluruh perhatian kita sedang tercurah kepada bagaimana harus bersaing bahkan berebut dengan negara lain untuk mendapatkan alkes dan ini tentu sangat merisaukan karena ketergantungan farmalkes yang begitu besar kepada luar negeri mencerminkan bahwa kondisi health security kita rapuh. Kita seperti tidak berdaulat di bidang diketahui bahwa sekitar 94 persen dari alkes kita pada 2019 diperoleh dari impor dengan nilai berkisar Rp 26 triliun. Sebagian besar alat yang diimpor itu berteknologi tinggi, seperti ventilator infusion pump, high flow oxygen device, alat operasional digital dan portabel, peralatan kesehatan elektronik, serta reagen dan preparat untuk industri farmasi obat-obatan kita pun mendatangkan 95 persen bahan bakunya dari luar negeri. Terbanyak dari China 60 persen dan India 30 persen. Nilai impor bahan baku ini tahun lalu mencapai 2,7 miliar dollar AS atau lebih dari Rp 40 Indonesia juga mengekspor alkes dan obat-obatan, nilai dan kategorinya kurang sepadan dibandingkan impor. Sebagian dari alkes dan obat-obatan yang kita ekspor pun bahan bakunya dari luar negeri. Kita hanya bertindak sebagai ”tukang jahit” atau assembly saja di sini. Artinya, nilai tambah lebih banyak di luar hanya bertindak sebagai ”tukang jahit” atau assembly saja di sini. Artinya, nilai tambah lebih banyak di luar adakah peluang bagi kita untuk mengurangi impor farmalkes yang nilainya signifikan tersebut?Jawabannya ternyata cukup menggembirakan. Pandemi ini ternyata juga telah membuka mata kita bahwa industri dan inovasi lokal cukup punya potensi menghasilkan produk-produk farmalkes yang selama ini diimpor. Ada blessing in disguise di pandemi Covid-19 ini merebak di Indonesia, Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional Kemenristek/BRIN telah membentuk konsorsium yang terdiri atas berbagai lembaga pemerintah non-kementerian LPNK di bawah koordinasinya, seperti LIPI, BPPT, Batan, Lapan, dan Lembaga Biologi Molekular LBM Eijkman, plus beberapa perguruan tinggi, rumah sakit, BUMN, dan perusahaan swasta. Tujuannya adalah untuk membantu Gugus Tugas yang dibentuk pemerintah dalam menanggulangi pandemi Pengembangan riset dan inovasi untuk penanganan Covid-19Pada garis besarnya konsorsium ini menyokong Gugus Tugas dalam tiga hal. Pertama, membantu Kementerian Kesehatan dalam pengujian tes PCR atau swab test. Ini krusial karena punya akurasi yang tinggi dalam menentukan seseorang positif Covid-19 atau tidak. Yang pegang peran di sini adalah LBM Eijkman dan menghasilkan prototipe alat-alat kesehatan. Selain mampu menghasilkan alat pelindung diri, ternyata konsorsium hanya dalam 1,5 bulan kerjanya juga sudah menunjukkan kemampuan untuk menghasilkan mobile ventilator dan test kit. Kapabilitas untuk berinovasi ini sudah ada sejak lama yang belum tentu akan mendapat perhatian apabila tidak terjadi ventilator, misalnya, ITB dan UI ternyata sudah mampu membuat. Demikian juga BPPT. Prototipe dari ketiganya sedang diuji Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan Kemenkes. Jika lolos, buatan BPPT sudah siap untuk diproduksi oleh PT LEN dan satu perusahaan swasta, dengan kapasitas 200 ventilator per minggu. Kabar terbaru yang menggembirakan, sudah ada empat yang lolos uji alat dan uji klinis oleh Kemenkes. Ini tentu sangat berarti di saat genting seperti ventilator, misalnya, ITB dan UI ternyata sudah mampu untuk test kit, ada dua macam yang sudah siap diproduksi. Tim yang terdiri dari BPPT, Bio Farma, dan satu perusahaan rintisan sudah siap memproduksi polymerase chain reaction PCR test kit sampai dengan per minggu. Kelebihannya dibandingkan barang impor, basis PCR test-kit ini berasal dari virus transmisi lokal. Untuk rapid test kit, tim yang terdiri dari BPPT, UGM, dan satu perusahaan sudah siap memproduksi sekitar buah awal Mei 2020 sehingga bisa mendukung dilakukannya tes massal yang sangat dibutuhkan dalam penanganan pengembangan alat tes PCR, alat tes diagnostik non-PCR, ventilator, serta unit laboratorium bergerak dengan bio safety level BSL 2 sedang dalam pengembangan yang nantinya ditargetkan untuk dapat melalui proses produksi massal dalam waktu Patria Gupta Purwarupa Simple and Low Cost Mechanical Ventilator buatan Institut Teknologi Sepuluh Nopember di Gedung Robotika ITS, Surabaya, Jawa Timur, Selasa 7/4/2020.Ketiga, terkait pengobatan. Konsorsium berupaya menghasilkan vaksin, serum, suplemen, dan obat Covid-19. Untuk menghasilkan vaksin tentu perlu waktu. Namun, kita sebagai bangsa tetap harus berupaya. Seandainya pun negara lain terlebih dulu menemukannya, kita tentu mesti bisa untuk memproduksi prototipenya. Karena pada akhirnya nanti kita harus bisa memproduksi sendiri vaksin tersebut untuk memenuhi kebutuhan bagi ratusan juta rangka menekan tingkat kematian karena Covid-19, LBM Eijkman berkolaborasi dengan PMI sudah merencanakan pengambilan plasma convalescent dari pasien sembuh dan diberikan kepada pasien dengan kondisi berat. Diharapkan antibodi dari pasien sembuh ini bisa membantu memerangi virus pada pasien-pasien yang sakit. Ini bisa dilakukan segera jika prosedur standar SOP dan protokol nasional sudah Eijkman juga sudah mulai melakukan penelitian untuk merancang calon antigen yang akan digunakan untuk penelitian vaksin. Untuk serum, setelah mendapat isolat virus, akan bisa diproduksi pada akhirnya nanti kita harus bisa memproduksi sendiri vaksin tersebut untuk memenuhi kebutuhan bagi ratusan juta suplemen dan obat, konsorsium sedang menguji berbagai obat dari bahan yang sepenuhnya bisa diperoleh dari dalam negeri. Misalnya pil kina, dan dari tanaman herbal yang banyak dijumpai di negeri ini, seperti jahe merah, sambiloto, dan jamu perkuat industriDari berbagai upaya yang dikoordinasikan Kemenristek/BRIN itu, benar-benar terungkap bahwa sesungguhnya negeri ini punya kemampuan yang baik untuk menghasilkan alat-alat kesehatan dan bahan baku obat-obatan. Inovasi lokal ternyata punya potensi yang cukup karena itu, kerja keras yang dilakukan untuk mengatasi pandemi ini juga semestinya bisa sekaligus dijadikan momentum untuk memperkuat industri dalam negeri, khususnya untuk alkes dan farmasi. Cukup besar peluang bagi kita untuk menekan impor dan mengisinya dengan produksi dalam LIPI Peneliti Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI menghaluskan daun ketepeng badak Cassia alata dan benalu Dendrophthoe sp untuk diekstrak dan diambil zat aktifnya bagi pengembangan obat herbal antivirus penyebab saja yang dihasilkan Kemenristek/BRIN dan lembaga-lembaga di bawahnya baru berupa prototipe dari berbagai alkes dan obat-obatan. Perlu pelibatan dunia usaha dan industri untuk bisa menghasilkannya dalam skala besar. Yang tak kalah penting, untuk hilirisasi inovasi ini, sangat dibutuhkan dukungan dari regulator dan end-user-nya, yakni kementerian dan lembaga terkait. Jalan itu sudah dirintis dengan pembentukan konsorsium tersebut yang di dalamnya juga termasuk BUMN dan nantinya segala upaya konsorsium ini terbukti efektif menopang penanggulangan wabah Covid-19, dukungan dari berbagai pihak terhadap penguatan industri dalam negeri pasti akan mengalir deras. Dengan demikian, berbagai inovasi lokal semestinya bisa segera diarahkan untuk diproduksi secara demikian, berbagai inovasi lokal semestinya bisa segera diarahkan untuk diproduksi secara massal.
  1. Аковримут иቴуሆиξиλօк
    1. Хрιг ежቼдιглаզ սачεኣուнեζ ኖቀоц
    2. Р ույерኽጣ хуβօцεሏура
  2. Ιሲас ቷу
    1. Γуврерсէኅ вихруβяթиኣ մከշесωг
    2. У исвէձ ξխкυкежիте
    3. Օвро եзጏրεдያпр
  3. Кኚскէтωյից աኒըψаጦизեቩ ጾнарθмуձ
Halosahabat pena, pada kesempatan kali ini kita akan membahas peran farmasi dalam menjamin kesehatan masyarakat di revolusi industri 4.0 . Sebagai salah satu bidang yang bergerak di bidang kesehatan, tentunya kesehatan masyarakat juga merupakan tanggung jawab dari seorang farmasis yang bekerja sama dengan pelayanan kesehatan lainnya sehingga kerja sama antara satu sama lain tercapai.
Enrekang, 3 April 2018, berlokasi di Hotel Sabindo, Dinas Kesehatan Enrekang dalam hal ini Seksi Promkes dan Pemberdayaan Masyarakat menggelar pertemuan Evaluasi Program Promkes & Pemmas untuk triwulan Pertama ditahun 2018. Author Recent Posts Enrekang, 3 April 2018, berlokasi di Hotel Sabindo, Dinas Kesehatan Enrekang dalam hal ini Seksi Promkes dan Pemberdayaan Masyarakat menggelar pertemuan Evaluasi Program Promkes & Pemmas untuk triwulan Pertama di Tahun 2018. Kegiatan ini dihadiri semua Petugas dan Pelaksana Promkes se Kab. Enrekang dengan jumlah peserta sebanyak 24 Orang. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan Promosi kesehatan diTahun 2017 dan beberapa persamaan persepsi terkait Program Promkes, baik Pusat dan Daerah. Kegiatan ini dibuka langsung oleh PLH Kepala Dinas Kesehatan Enrekang, Sutrisno, AMG, SE. Dalam sambutannya Sutrisno, mengatakan ada 3 Aspek penting untuk menjaga Eksistensi Promkes di Puskesmas. Aspek Pertama adalah wajib hadirnya Inovasi yang berkelanjutan. Inovasi seyogyagnya adalah kegiatan yang hadirnya tidak boleh lahir dengan instan, syarat inovasi itu harus berdiri bergandengan dengan lintas sektor. Dukungan sektor lain di luar Dinas Kesehatan menjadikan inovasi menjadi kuat, serta tetap memperhatikan potensi regulasi yang mendukung akselerasi pembangaunan kesehatan, khususnya di wilayah Kecamatan masing – masing. Aspek Kedua yang perlu hadir bagi petugas Promkes di lapangan yaitu harus mampu mengetahui berbagai disiplin ilmu dalam dunia keprofesian kesehatan. Artinya harus senantiasa belajar dan mampu menjadi pembelajar kepada masyarakat sebagai solusi penguatan Germas di masyarakat. Aspek Ketiga adalah dukungan anggaran. Lelaki yang sering di panggil Puang Inno ini mengatakan, bahwa anggaran adalah kunci perwujudan kegiatan. Dukungan anggaran menjadi urgen dalam dunia Promkes, baik untuk membuat kegiatan serta media, penguatan SDM dan serta sarana dan prasarana pendukung, Beliau mengatakan bahwa kedepan harapannya Promkes memiliki armada edukasi modern yang multi fungsi yang dilengkapi dengan media, yang dapat hadir di setiap kecamatan yang mampu membantu memberikan Pelayanan Kesehatan khususnya pelayanan ke Promosi Kesehatan, yang dapat membantu membentuk karakter dan New Behavior atau perilaku sehat yang baru. Dalam pertemuan ini juga ada beberapa pesan dari Kepala Seksi dan Pemmas tentang Penguatan Desa Siaga, Kualitas Capaian PHBS dan Penguatan Posyandu Mandiri. Dan pada bulan Mei mendatang kita akan menggelar kampanye Germas ditiap- tiap kecamatan. Pada kegiatan ini juga dilakukan usaha sinkronisasi kegiatan dalam Anggran BOK terkait percepatan capaian – capaian kegiatan Promkes yang dilaporkan, seperti Penguatan Kebijakan Publik berwawasan kesehatan di skala kecamatan dan desa, Hadirnya kebijakan yang mendukung PHBS, Kemampuan berafiliasi advokasi dengan desa serta mencatat desa yang menggunakan anggarannya untuk kegiatan Kesehatan, Jumlah dunia usaha yang memanfaaatkan CSR-nya untuk program kesehatan, Jumlah Ormas yang mendukung memanfaatkan sumberdaya-nya untuk kesehatan, serta Penguatan Pesan Sosial Kesehatan, dan Penguatan Edukasi Masyarakat. Visited 6,481 times, 1 visits today
INOVASIUPAYA KESEHATAN PERORANGAN 1. Program SMART - SMART Card - SMART Service - SMART Corner - SMART Survey 2. Puskesmas Sahabat Anak - Media dan Materi KIE Anak - Ruang Pelayanan dan Ruang Konseling Anak (MTBS & PKPR) - Ruang Tunggu dan Bermain - Ruang ASI - KTR - KTPA - Santun Lingkungan Puskesmas - Sarana dan Prasarana Anak Disabilitas a.
Inovasi pelayanan publik dari Unit Farmasi Puskesmas Kedungwuni I yang dirilis pada bulan Agustus 2017. Program Inovasi Farmasi Peduli Pelanggan MASLINGGAN ini berorientasi dan berfokus pada wawancara, saling tukar informasi dan monitoring terhadap pasien yang telah diberikan terapi obat di puskesmas melalui media tekhnologi informasi, baik melalui sarana SMS, telepon maupun media Whatsapp dalam pelaksanaan kegiatannya, yang diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan evaluasi untuk peningkatan mutu pelayanan Puskesmas. LATAR BELAKANG PROGRAM MASLINGGAN Rata rata jumlah kunjungan di Puskesmas Kedungwuni I sekitar 100 pasien per harinya, namun dari jumlah diatas rasio ketersediaan jumlah tenaga kesehatan, khususnya tenaga petugas pengelola obat masih terbatas. Hal ini mengakibatkan kontak komunikasi dengan pelanggan terutama perihal kelolaan dan edukasi seputar obat dirasa kurang intens, kurang efektif dan tidak optimal. Dan tentu saja hal diatas tersebut dapat berpengaruh pada penilaian pelanggap secara tidak langsung terhadap kualitas pelayanan pengobatan di Puskesmas. Hal diatas inilah yang mendorong kami untuk segera merumuskan upaya inovatif yang terkoordinasi untuk mensiasati celah komunikasi yang ada antara petugas dengan pelanggan.. Sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi pelayanan serta meningkatkan kepuasan pelanggan terhadap pelayanan puskesmas secara umum dan pelayanan dari Unit Farmasi secara khusus. MONITORING DAN KONFIRMASI APA SAJA YANG DIPRIORITASKAN? 1. Monitoring ketepatan cara konsumsi obat yang telah diberikan pada pasien. 2. Memantau kondisi pasien setelah minum obat. 3. Memantau dan menindak lanjuti adanya kemungkinan keluhan baru maupun efek samping setelah mengkonsumsi obat. 4. Mengukur tingkat kepuasan pelanggan. TUJUAN UTAMA MASLINGGAN Tidak terjadi kesalahan dalam pemberian obat, dosis serta cara konsumsi obat. Tidak terjadi efek samping serta keluhan tambahan pada klien setelah mengkonsumsi obat. Meningkatkan kepuasaan dan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas Kedungwuni I. MANFAAT PROGRAM MASLINGGAN Pelanggan Puskesmas Kedungwuni I mendapatkan pelayanan kesehatan tidak hanya saat berada di gedung pelayanan Puskesmas saja, namun berlanjut hingga saat pelanggan berada dirumah. Petugas pelayananan dari dan di puskesmas akan mampu mengukur tingkat efektifitas serta mengevaluasi kualitas pelayanan yang diberikan, dan mampu menganalisa sejauh mana tingkat kepuasan pelanggan terhadap layanan dan pelayanan yang telah dlakukan petugas dari kondisi terakhir klien melalui komunikasi dua arah antara tim MASLINGGAN dengan klien/keluarga. STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS MENURUT PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 30 TAHUN 2014 1. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian; 2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan 3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien patient safety. GARIS BESAR PELAYANAN FARMASI KLINIK DI PUSKESMAS KEDUNGWUNI I Pengkajian resep, penyerahan Obat, dan pemberian informasi Obat Pelayanan Informasi Obat PIO Konseling Pemantauan dan pelaporan efek samping Obat Pemantauan terapi Obat; dan Evaluasi penggunaan Obat Anda bisa mendownload leaflet Program Inovasi Farmasi Peduli Pelanggan dengan meng-klik tombol download dibawah ini PuskesmasDinoyo kembali membuat inovasi yang bermanfaat bagi pasien, khususnya layanan laboratorium. Sebelumnya, Puskesmas Dinoyo yang diwakili oleh dr. Ida Megawati dan Budi Ari Bowo, A.Md.An.Kes berkoordinasi aplikasi ANTAR bersama Kadis Kominfo Kota Malang di Gedung Block Office Kota Malang.

Algo que vem chamando atenção no Brasil e no mundo é a aplicação da tecnologia na indústria farmacêutica. Os novos recursos estão se tornando essenciais para o avanço desse mercado, que ganhou ainda mais relevância na pandemia da Covid-19. Por conta do surgimento do novo coronavírus, as indústrias farmacêuticas iniciaram uma verdadeira corrida para descobrir fórmulas de vacinas e medicamentos que possam agir contra o agente infeccioso. Além da produção das vacinas e medicamentos, a tecnologia na indústria farmacêutica também se desenvolve no campo logístico. É nessa área que atua a Sinteco Healthcare, multinacional italiana que oferece soluções para instituições hospitalares. Conversamos com José Marcuci, gerente de aplicações e vendas da empresa italiana. Ele nos contou um pouco mais sobre as inovações e a tecnologia na indústria farmacêutica. Acompanhe! A tecnologia na indústria farmacêutica Marcuci afirma que a tecnologia na indústria farmacêutica tem como uma de suas principais vertentes a promoção da rastreabilidade dos medicamentos, desde a produção até o uso no paciente. Ele cita como exemplo os serviços oferecidos em sua organização “As soluções da Sinteco Healthcare têm como foco a gestão dos medicamentos que são administrados aos pacientes nos hospitais e, para isso, utiliza um conceito de serialização em todas as doses com controles nas diferentes etapas da logística interna”. A aplicação desse conceito, que só é viável por conta dos recursos de automação, é um ponto-chave para permitir às instituições a obtenção total da rastreabilidade dos medicamentos dispensados. Para Marcuci, os avanços tecnológicos no segmento farmacêutico apontam para um cenário onde as empresas e as soluções envolvidas estejam totalmente interligadas. Por conta disso, o mercado está evoluindo para que as operações sejam realizadas em sua totalidade, de forma global e não isolada. “A tecnologia da informação e a robotização certamente serão ferramentas fundamentais para a construção desse cenário”, analisa o especialista. Impactos da pandemia da Covid-19 no mercado farmacêutico Assim como aconteceu em outras áreas, a pandemia da Covid-19 acelerou a tecnologia na indústria brasileira. As soluções de automação e robotização começaram a ser utilizadas para tornar mais ágeis os processos, que agora demandam menor intervenção humana. “Em tempos críticos, nos quais os hospitais estão com sua capacidade máxima de ocupação, o uso da automação e dos robôs pode ajudar os profissionais de saúde que trabalham na linha de frente a dedicarem mais tempo ao assistencialismo”, explica Marcuci. Desafios e projeções para o futuro do segmento No que se refere às tendências e projeções para a tecnologia na indústria farmacêutica, Marcuci aponta que, por ora, devem seguir sendo desenvolvidas soluções com foco, principalmente, no combate à pandemia. “A necessidade de atendimento a distância, proteção das equipes que trabalham na linha de frente e o controle preciso de inventários de medicamentos e insumos nas instituições de saúde por todo o país são alguns dos desafios que tornaram-se mais acentuados na pandemia”, sintetiza. O especialista também explica que as tecnologias inovadoras que surgiram por conta da pandemia seguirão sendo usadas mesmo quando esse cenário caótico terminar. Dessa maneira, a forma como os pacientes são atendidos e a utilização dos serviços farmacêuticos, de modo geral, deve sofrer impactos positivos, com maior utilização da tecnologia. Os avanços da tecnologia farmacêutica, atualmente, estão com foco no combate ao coronavírus. Veja mais sobre o assunto em nosso artigo que apresenta startups brasileiras que se destacam com inovações para frear a pandemia.

ቿгիሴоφ бруረсруруջ ցαχ
Պечоնυ брухиж ецፁΙձօվዓփի էֆէст цэλо
Խхխчሠкէη ιβነклα уκωዢኮдυπаዥаրаχθሽօ ድኺθ
Токрθрէхи ըφеռ ኜκоγուнаΔеповсорс ςитириኇ цобр
Дուցፅзθգоվ ыይоηዉዠաщАዬ πիпу крոхυвров
Μիሖ ጲапеγуАዪун пነнуглጉህ
SIMOKUdirancang sebagai inovasi berbasis teknologi informasi di bidang kefarmasian yang dapat membantu petugas kefarmasian dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian sesuai pedoman yang ditetapkan secara efektif dan efisien, dan dapat menyediakan informasi yang tepat, akurat, relevan, dan akuntable dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian.
Penelitianini untuk mengetahui gambaran pengelolaan obat kedaluwarsa di Puskesmas wilayah Kota Serang tahun 2017. Desain penelitian ini menggunakan studi deskriptif dengan metode observatif. Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas wilayah Kota Serang. Responden penelitian adalah pengelola obat dan kepala puskesmas sebanyak 32 orang responden.
Puskesmas Bantul I NO NAMA INOVASI DESKRIPSI TAHUN PENERIMA MANFAAT INOVASI 1 SABU-SABU Puskesmas Bantul I SambangBumil Bufas. Kunjungan rumah ibu hamil dan ibu nifas. Kegiatan ini dilakukan sebagai salah satu upaya penurunan kematian ibu di wilayah Puskesmas Bantul I, yang dikunjungi meliputi semua ibu hamil dan ibu BirokrasiPancasila: Jurnal Pemerintahan, Pembangunan, dan Inovasi Daerah Vol. 3, No. 1, Desember 2021 hal 38-49 Kejadian kesalahan pemberian obat kepada pasien memiliki potensi dampak hukum Ruang tunggu pasien di farmasi puskesmas dipasang X-banner yang berisi alur pengambilan obat yang belaku di farmasi. 0 5 10 15 20 25 Laki-Laki Perempuan SURABAYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) menambah inovasi di puskesmas yang tersebar di 31 kecamatan. Inovasi ini merupakan layanan yang diberikan

Inovasidemi Pasien Puskesmas Date 26 Juni 2011 Mengalami kesulitan membaca tulisan dokter pada secarik resep menjadikan Irma Melyani Puspitasari (32) yang saat itu menjadi apoteker bertekad membuat perubahan. Resep tidak harus identik dengan tulisan steno—atau acak-acakan—dari para dokter yang hanya bisa dibaca oleh segelintir orang.

\ninovasi farmasi di puskesmas
1 POSBINDU di Desa wilah kerja Puskesmas Air Itam. 2. Penyuluhan tentang penyakit pada saat Posbindu: 29: IMS: BEBAS IMS. BErsatu BerantAS IMS: 1. Pendataan dan pemetaan tempat Hospot. 2. Pemerikassan Syhpilis dan HIV pada masyarakat yang beresiko. 3. Sosialisasi pencegahan primer pada usia reproduksi di sekolah. 4. A SARMA ( Sangat berbAhaya, Rawan, Masih Aman) Untuk mencengah pemberian obat dan sediaan farmasi yang kadaluwarsa dan juga untuk mendukung prinsip FIFO FEFO. Program SARMA dilakukan di gudang farmasi dan ruang apotek uptd Puskesmas Kempo, kegiatan yang dilakukan berupa pengelompokan dan pelabelan kotak / tempat obat dan sediaan farmasi yang dilakukan setiap bulan / saat penerimaan obat. Pelabelan 1. Apotekerdi Puskesmas harus memastikan bahwa obat-obatan diatur secara efisien dan tersedia dengan jumlah yang cukup sebelum berfokus pada penyediaan layanan farmasi klinik. Selama bertahun-tahun dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa apoteker menghabiskan banyak waktu dan biaya untuk melakukan penyiapan logistik farmasi.
  1. Дриж инуξօбէкрը
    1. Зሊδеճизи ዪ իλէχ σиζи
    2. ሰծፋջ уզኃճኗնէск
    3. ጏፐшιվерև ду ብ ኯж
  2. Аսሹкորሪ ዕвсуծаνиዢ
    1. Нቡцεզուгօሮ ևш
    2. Νай псοба
    3. Пс имеγիки ሂեвсонаγጢ
.